MENAKAR EFFECT AMICUS CURIAE PADA PUTUSAN PHPU PILPRES 2024
Abdusy Syakir, Penggiat pada Komunitas Marginal, Relawan LBH ND dan Ridwan Mukti Institute, anggota KAI Bengkulu--
penyelenggara, termasuk factor kondusifitas pasca putusan, hal ini penting karena pada saat yang sama penyelenggara pemilu dihadapkan dengan pelaksanaan pilkada yang akan dimulai tahapan pada April 2024.
Ketiga, dimungkinkan pemungutan suara ulang apakah diikuti oleh pasangan Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 2 dan nomor urut 1 sebagai pasangan pasangan Presiden dan Wakil Presiden perolehan terbanyak pertama
dan kedua atau hanya pasangan Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 1 dan 3 dengan asumsi bahwa pasangan Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 2 telah didiskualifikasi.
Keempat, dimungkinkan terhadap dalil-dalil permohonan baik pasangan Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 1 dan nomor urut 3 seluruhnya ditolak
namun Mahkamah memberikan beberapa catatan terhadap proses pilpres 2024 sebagai bahan perbaikan pada pilpres berikutnya termasuk terhadap peran Presiden dan penyelenggara lainnya untuk menjaga netralitas dan independensi.
Hal ini didasarkan pada pertimbangan terhadap dalil-dalil yang diajukan dianggap terbukti dan tidak dapat disangkal kebenarannya.
Kelima, dimungkinkan adanya dissenting opinion dalam putusan mahkamah sehingga putusan tidak bulat disatu sisi menolak permohonan dan disisi lain menerima permohonan dengan berbagai pertimbangan.
Terhadap pilihan-pilihan diatas tentu akan sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh hakim konstitusi dan kualitas dari dokumen Amicus Curiae itu sendiri,
sikap kenegarawanan dan integritas, panggilan nurani serta moral hakim konstitusi menjadi pertaruhan sekaligus ujian serta catatan sejarah yang sangat berharga dalam memberikan kontribusi terhadap tumbuh kembangnya demokrasi dan pemenuhan rasa keadilan masyarakat.
Para hakim konstitusi hari ini dihadapkan pada pilihan apakah akan menjadi Mahkamah Kalkulator dengan menerapkan keadilan procedural atau menjadi The Guardians Of Constitution atau Penjaga Konstitusi dengan
menggunakan pendekatan keadilan substansif dalam memeriksa dan memutuskan sengketa PHPU Pilpres, ditengah semakin beringas dan semena-menanya Penguasa demi melanggengkan praktek Politik Dinasti,
disudut lain sebagai rakyat kita hanya mampu berdoa serta berharap kiranya palu hakim konstitusi nantinya adalah palu keadilan bukanlah palu godam yang akan mencederai rasa keadilan.
PENUTUP
Amicus Curiae setidaknya menjadi media bagi para penggiat demokrasi dan konstitusi untuk terus melantunkan syair-syair perlawanan bagi Penguasa dan siapa saja yang berlaku dzalim serta sewenang-wenang,
meskipun belum menjadi pijakan yang kuat dalam praktek peradilan di Indonesia khususnya di Mahkamah Konstitusi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: