Erwin Basrin: BMA Bukan Lembaga Adat Asli Suku Rejang, Tapi Organisasi Bentukan

Erwin Basrin: BMA Bukan Lembaga Adat Asli Suku Rejang, Tapi Organisasi Bentukan

Erwin Basrin, Dewan Majelis Aliansi Masyarakat Adat Rejang Tapus Pat Petulai (AMARTA).--dokumen/radarlebong

Sepengetahuannya, di dalam struktur organisasi BMA tidak ada istilah Raja melainkan Ketua BMA Kabupaten, Ketua BMA Kecamatan maupun Ketua BMA Desa.

"Kalau dalam aturan organisasi mereka (BMA) ini mengatur penyebutan Raja Kecamatan sebagai Ketua BMA Kecamatan, artinya Ketua BMA Kabupaten dan Ketua BMA Desa juga raja pada tingkatan mereka masing-masing dalam organisasi itu," jelasnya.

Sepanjang penyebutan raja dalam struktur kepengurusan baik itu BMA tingkat kabupaten, kecamatan hingga desa diatur dalam aturan organisasi, hal itu tidak lah menjadi masalah.

"Tetapi menjadi masalah ketika penyebutan raja itu tidak diatur dalam aturan organisasi mereka. Artinya, yang dilakukan oleh Ketua BMA Lebong ini menyalahi aturan organisasi mereka sendiri," ujarnya.

Konsekuensi Pemberian Gelar Rajo

Pria yang juga Direktur Eksekutif Akar Foundation ini mengutarakan jika Rajo Kecamatan merupakan penganugerahan kepada tokoh yang dianggap berjasa, hal inipun memiliki dua konsekuensi yang berdampak bagi masyarakat suku Rejang.

"Pertama, kalaulah tokoh yang dianugerahi gelar rajo oleh BMA Kabupaten Lebong ini benar-benar menjalakan tugasnya dengan baik, sesuai dengan adat-istiadat yang berlaku, maka hal itu bagus," ungkapnya.

BACA JUGA:DAK Fisik Rontok, Bappeda Pastikan Sudah Ketetapan Yang di Atas

Hanya saja, jika tokoh yang dianugerahi gelar rajo ini justru melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak sesuai dengan norma adat-istiadat yang berlaku dalam masyarakat Rejang, hal ini tentunya berdampak bagi organisasi BMA itu sendiri.

"Atau kemudian misalnya, organisasi BMA ini digunakan untuk kepentingan pribadi maupun kepentingan politik tertentu, maka hal inipun akan menjadikan BMA Kabupaten Lebong tidak elok dipandang masyarakat Lebong sebagai organisasi yang harusnya menjadi pengayom dan pendidik masyarakat dalam konteks adat-istiadat Rejang," katanya.

Konsekuensi yang kedua, tambah dia, terjadinya perubahan cara pandang masyarakat rejang bahwa raja kecamatan ini adalah raja adat tingkat kecamatan.

Bahayanya, kalau Camat yang ditunjuk oleh Pemerintah Kabupaten Lebong bukan orang yang memahami dengan benar adat-istiadat suku Rejang.

Ia mencontohkan sembari menegaskan bukan bermaksud sukuisme, misalnya di tanah kelahirannya di Kecamatan Topos ditunjuklah oleh Bupati Lebong bahwa Camat Topos bukan orang Rejang dan tidak begitu memahami adat-istiadat rejang.

BACA JUGA:Deposito APBD 2021 Rp 50 Miliar, Atas 'Titah' Bupati

Menjadi pertanyaan bagaimana cara mendudukan pemahaman kepada masyarakat bahwa Camat yang ditunjuk oleh Bupati tersebut adalah raja adat di Kecamatan Topos.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: