Ketua BMA Lebong Versi SK Bupati 347 tahun 2017: Adat Rejang Tidak Mengenal Raja Kecamatan

Ketua BMA Lebong Versi SK Bupati 347 tahun 2017: Adat Rejang Tidak Mengenal Raja Kecamatan

Somasi: Badruzzaman bersama kuasa hukumnya menggelar konferensi pers terkait putusan PTUN.-Foto Dokumentasi-

LEBONG, RADARLEBONG.ID - Pemberian gelar Raja Kecamatan yang otomatis diberikan kepada Camat oleh Badan Musyawarah Adat (BMA) Kabupaten Lebong versi SK Bupati Lebong, Kopli Ansori, menuai kontroversi.

Salah satunya dari Ketua BMA Lebong, Badruzzaman, versi SK Bupati Lebong nomor 347 tahun 2017 tentang pengangkatan pengurus BMA Kabupaten Lebong masa bakti tahun 2018-2023 yang ditandatangani Bupati Lebong saat itu, H. Rosjonsyah.

Badruzzaman, menguraikan menurut pendapatnya selaku Ketua BMA Kabupaten Lebong yang menurut hukum masih sah.

Bahwa di dalam adat Rejang tidak mengenal adanya Raja Kecamatan. Di dalam sebuah kerajaan manapun, hanya terdapat 1 raja.

BACA JUGA:Dianggap Tidak Cabut SK BMA Lama, Pemkab Banding Putusan PTUN Pembatalan SK Bupati Lebong

"Tetapi dalam hal perpanjang tangan rajo untuk, ini adanya ditingkat desa atau biasa yang disebut dalam Adat Rejang disebut dengan kutai," terangnya.

Di dalam Adat Rejang, lanjutnya, perpanjang tangan raja ini adalah orang dipilih oleh masyarakat atau dalam kondisi sekarang adalah Kepala Desa (Kades).

"Camat dan Lurah itu bukan termasuk rajo. Lalu, siapa raja kalau ditingkat kelurahan? ini adalah RT dan RW yang dipilih oleh masyarakat," terangnya.

Terkait dengan perbuatan oknum Camat yang melakukan video call sex (VCS) atau perbuatan tidak senonoh, ia menjelaskan meskipun oknum tersebut bukan raja ditingkat kecamatan, harus tetap dikenai sanksi adat.

BACA JUGA:Ketua BMA Versi SK Bupati 396 Tahun 2021, Disomasi

"Dalam adat rejang ada istilahnya Piawang Mecuak Timbo, Nukum Lipet. Yakni, orang terhormat yang memiliki kedudukan dan tanggung jawab dalam struktur adat rejang maupun pemerintahan dan perangkat agama yang melakukan pelanggaran adat, maka sanksinya adalah sanksi berlipat dari sanksi bila dilakukan oleh masyarakat biasa," jelasnya.

Namun, dalam penerapan sanksi adat Piawang Mecuak Timbo, Nukum Lipet juga harus dilihat dulu apakah ada pihak yang dirugikan atau tidak.

"Kalau tidak ada pihak yang dirugikan, maka perbuatan itu termasuk Cepalo Berat," tambahnya.

Untuk menyelesaikan masalah itu, kata Badruzzaman, yang bersangkutan harus membuat punjung dan masa sawo serta mengumpulkan anak kutai yang pernah melihat video tidak senonoh itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: