Rahmat Bagja: ASN yang Ingin Maju Pilkada 2024 Harus Mundur Segera

Rahmat Bagja: ASN yang Ingin Maju Pilkada 2024 Harus Mundur Segera

Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, menyebutkan bahwa terdapat sejumlah ASN dan anggota TNI-Polri yang saat ini aktif dan berencana maju di Pilkada Serentak 2024. -foto :jpnn.com-

JAKARTA.RADARLEBONG.ID- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menegaskan bahwa aparatur sipil negara (ASN), anggota TNI, dan Polri yang berencana maju sebagai peserta Pilkada 2024 harus segera mengundurkan diri dari jabatannya.

Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, menyebutkan bahwa terdapat sejumlah ASN dan anggota TNI-Polri yang saat ini aktif dan berencana maju di Pilkada Serentak 2024. 

Banyak di antara mereka yang sudah ditunjuk sebagai penjabat kepala daerah, yang menimbulkan kekhawatiran akan pelanggaran netralitas ASN. Ini menjadi isu krusial dalam pelaksanaan pilkada di 208 kabupaten/kota dan 37 provinsi.

Bagja menekankan pentingnya pengunduran diri sebelum penetapan pasangan calon oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

BACA JUGA:Jokowi Setuju! Makanan & Minuman Cepat Saji Bakal Kena Cukai

Berdasarkan Peraturan KPU (PKPU) 2/2024 tentang Tahapan dan Jadwal Pemilihan 2024, pendaftaran pasangan calon dijadwalkan pada 27-29 Agustus 2024, sementara penetapan pasangan calon akan dilaksanakan pada 22 September 2024.

Oleh karena itu, ASN maupun anggota TNI-Polri yang saat ini menjabat sebagai penjabat kepala daerah harus mengundurkan diri sebelum tanggal tersebut untuk menghindari permasalahan saat pencalonan.

Bagja juga mengungkapkan bahwa mobilisasi ASN seringkali menjadi sarana efektif untuk mendulang suara.

Ketika ASN yang memiliki jabatan strategis maju dalam pilkada, ada potensi besar terjadi pelanggaran netralitas yang bisa merugikan proses demokrasi.

BACA JUGA:CPNS 2024: Formasi dan Kuota Terbanyak

Mobilisasi ASN untuk kepentingan politik tertentu bukan hanya melanggar etika profesionalisme ASN, tetapi juga mengganggu keadilan dalam kompetisi politik.

Selain mobilisasi, politisasi program kerja juga menjadi isu yang harus diwaspadai. Menurut Bagja, masih ada potensi politisasi program kerja, termasuk politisasi bantuan sosial (bansos).

Petahana dan elite birokrat daerah mungkin menggunakan program-program ini sebagai alat kampanye untuk mendapatkan dukungan suara.

Politisasi semacam ini tidak hanya merugikan lawan politik, tetapi juga menodai integritas program bantuan yang seharusnya murni untuk kesejahteraan masyarakat.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: