Konsep Amicus Curiae Dalam Praktek Peradilan di Indonesia

Konsep Amicus Curiae Dalam Praktek Peradilan di Indonesia

Abdusy Syakir--

Pertama, KPU salah memaknai Putusan 90 tahun 2023 yang merupakan putusan pluralitas dalam menetapkan Cawapres nomor urut 02 Gibran Rakabuming Raka;

Kedua, kesalahan KPU dalam memaknai Putusan 90 tahun 2023 menyebabkan penetapan Cawapres nomor urut 02 dalam Keputusan KPU Nomor 1632 tahun 2023 adalah perbuatan yang batal demi hukum (null and void);

Ketiga, dengan tidak terpenuhinya persyaratan sebagai Cawapres, seharusnya menjadikan MK dengan segala kebijaksanaanya tidak ragu untuk menyatakan diskualifikasi Gibran, sebagaimana preseden pendirian MK dalam putusan-putusan sebelumnya yang mendiskualifikasi paslon yang tidak memenuhi syarat pencalonan.  

Terakhir Amicus Curiae atas sengketa PHPU Pilpres 2024 datang dari para seniman dan budayawan sebanyak lebih kurang 29 orang yang di motori oleh budayawan Butet Kertaredjasa dan Gunawan Muhamad dengan harapan agar Hakim dapat memutuskan dengan hati nurani dan rasa keadilan karena terdapat banyak pelanggaran selama proses Pilpres yang disuarakan berbagai pihak namun tidak mendapat perhatian.

Lantas pertanyaannya, apakah dalam sistem hukum Indonesia, tradisi atau praktek Amicus Curiae dikenal dan diakui di dunia peradilan dan praktisi hukum serta apa yang menjadi landasan yuridis formal Amicus Curiae yang dikenal dalam sistem hukum common law ? 

Menjawab pertanyaan diatas, dari beberapa literatur dan referensi dalam praktek peradilan khususnya pidana di Indonesia merujuk pada data dari Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), setidaknya tercatat beberapa perkara atau kasus yang menggunakan pendekatan Amicus Curiae yang bersifat Ad Informandum dan diajukan oleh orang atau lembaga dan diterima oleh pihak Pengadilan di bawah Mahkamah Agung antara lain yakni : 

a. Amicus Curiae pada tingkat Peninjauan Kembali dalam perkara Majalah Time versus Soeharto perkara No.273.PK/Pdt/2008 yang diajukan oleh kelompok pengiat kemerdekaan pers dan diajukan kepaada Mahkamah Agung RI;

b. Amicus Curiae pada Pengadilan Tangerang dalam perkara Prita Mulyasari perkara No.1269/Pid.B/2009/PN.TNG yang diajukan oleh Elsam, ICJR, IMDLN, PBHI dan YLBHI medio Oktober 2009;

c. Amicus Curiae pada tingkat Pengadilan Negeri Makasar dalam kasus penghinaan dengan Terdakwa Upi Asmaradhana sebagai bahan tambahan informasi bagi Majelis Hakim dalam  bentuk komentar tertulis yang diajukan oleh Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) medio April 2010; 

d. Amicus Curiae pada tingkat Pengadilan Negeri Makasar dengan register perkara No.PDM-856/Mksr/Euh.2/10/2016 dalam kasus Yusniar yang diajukan oleh Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) medio Februari 2017;

e. Amicus Curiae pada tingkat Pengadilan Negeri Mataram dengan perkara register No.265/Pidsus/2017/PN.Mtr dalam kasus Baiq Nuril, dimana korban pelecehan seksual menjadi Tersangka dengan dakwaan Pasal 27 ayat (1) UU ITE medio Juli 2017, dalam perkara ini Hakim memutus Baiq Nuril dengan putusan bebas; 

f. Amicus Curiae pada tingkat Pengadilan Tinggi Jambi dengan register perkara No.6/Pid.SusAnak/2018/JMB dalam kasus WA yang diajukan oleh Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) medio Agustus 2018, dalam putusannya Hakim memutus lepas WA dengan mempertimbangkan pendapat yang disampaikan oleh Institute for Criminal Justice Reform (ICJR);

g. Amicus Curiae dalam perkara Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan register perkara No.798/Pid/B/2022 an. Terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu yang diajukan antara lain oleh Aliansi Akademisi Indonesia yang terdiri dari para Profesor dengan berbagai disiplin ilmu, Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), PILNET, IKA FH Usakti, Farida Law Office, Tim Advokasi Iluni FH AJ, dan ELSAM, medio Februari 2023, dalam putusannya Hakim mempertimbangkan pendapat yang disampaikan oleh para Pemohon Amicus Curiae.

h. Dalam konteks sengketa pada Mahkamah Konstitusi Amicus Curiae diajukan oleh Akademisi, Masyarakat Sipil, para Seniman dan Budayawan terhadap sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 yang diajukan oleh Pemohon Pasangan Capres dan Cawapres No. Urut 01 dan 03.

Berdasarkan uraian dari beberapa perkara diatas, maka telah terjawab dan dapat ditarik kesimpulan bahwa Amicus Curiae secara tidak langsung dikenal dan diadopsi dalam praktek peradilan di Indonesia. Lalu terhadap pertanyaan berikutnya adalah apa yang menjadi dasar atau landasan yuridis terhadap praktek Amicus Curiae dalam sistem peradilan di Indonesia ?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: