"Lantaran minimnya alat angkut, petugas hanya bisa mengangkut 30 potong kayu meranti merah saja sebagai barang bukti, sedangkan sisanya dilakukan pemusnahan di lokasi kejadian.
Atas temuan ini, kita juga sudah mensosialisasikan tentang larangan pembalakan liar yang bisa berujung pada pidana penjara," pungkasnya.
Penemuan kayu tak bertuan ini mencerminkan tantangan besar dalam konservasi hutan di Indonesia.
Pembalakan liar bukan hanya merugikan lingkungan, tetapi juga mengancam keberlangsungan ekosistem hutan yang menjadi tempat tinggal berbagai flora dan fauna.
Dengan adanya temuan ini, diharapkan masyarakat semakin sadar akan pentingnya menjaga hutan dari kegiatan ilegal seperti pembalakan liar.
Tindakan tegas dari pihak berwenang, seperti yang dilakukan oleh Balai Besar TNKS, sangat diperlukan untuk memberantas praktik ilegal ini.
Edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat mengenai dampak negatif dari pembalakan liar juga harus terus dilakukan agar kesadaran akan pentingnya pelestarian hutan semakin meningkat.
Kawasan Taman Nasional yang seharusnya menjadi benteng terakhir bagi keanekaragaman hayati sering kali menjadi target empuk bagi para pembalak liar.
Oleh karena itu, selain tindakan tegas, peningkatan pengawasan dan patroli di kawasan hutan menjadi langkah krusial dalam menjaga kelestarian hutan.
Dengan demikian, melalui upaya kolektif antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga konservasi, diharapkan permasalahan pembalakan liar dapat diatasi secara menyeluruh.
Hutan yang lestari bukan hanya warisan bagi generasi mendatang, tetapi juga sumber kehidupan bagi banyak spesies yang bergantung padanya.(*)