Sosok Harimau 'NIK, STABIK' Bagi Orang Rejang Bengkulu

Selasa 26-09-2023,10:58 WIB
Reporter : Redaksi Radar Lebong
Editor : Redaksi Radar Lebong

Jalan ke desa PJ sangat buruk, untuk kendaraan roda empat hanya golongan jeep bergardan ganda yang bisa melewatinya.

Orang-orang dari desa PJ itu menjemput uwak dengan mobil jeep seperti itu. Namun, uwak mengatakan belum bisa berangkat saat itu, dia akan menyusul nanti. Ada yang akan mengantarnya.

Singkat cerita, para penjemput pun pulang dan tiba di desa PJ hampir tengah malam. Saat tiba, mereka justru dimarahai oleh orang-orang desa, karena dikira tidak menjemput uwal malah keluyuran. Baru ketahuan, bahwa Uwak telah satu jam yang lalu sudah pulang dari desa PJ.

Bagaimana Uwak bisa secepat itu? Dengan apa pula dia ke desa PJ? Siapa yang mengantarnya.

NIK, STABIK

Sikap manusia pada perkembangannya memandang dunia sebagai suatu kumpulan subyek, subyek tersebut merupakan pribadi -pribadi berjiwa.

Dengan adanya sikap mistis ini munculnya kesadaran keinginan partisipasi terhadap alam yang kemudian dengan magi manusia pun ingin menguasai alam itu sendiri.

Mitos dan magi saling berkaitan dalam pelaksanaannya. Mitis ditandai dengan adanya kekuatan dan kekuasaan. Bagi manusia primitif, perkataan mempunyai daya magis yang menimbulkan kekuasaan.

Harimau yang terdapat di hutan-hutan di wilayah Rejang mempunyai substansi tersendiri dalam kehidupan masyarakat Rejang.

Banyak aspek budaya Rejang tak bisa dilepaskan dari eksistensi harimau.

Rejang merupakan komunitas masyarakat Adat terbesar di Provinsi Bengkulu yang mendiami sebagian besar Kabupaten Rejang Lebong , Kabupaten Lebong, Kabupaten Bengkulu Utara, Kabupaten Bengkulu Tengah dan Kota Bengkulu.

Rejang juga merupakan suku bangsa tertua di Sumatera. Bahkan secara linguistik, bahasa Rejang pun dalam rumpun bahasa Austronesia adalah bahasa yang berdiri sendiri, tidak termasuk dalam rumpun bahasa melayu.

Dalam buku Strategi Kebudayaan, Van Peursen menjelaskan, bahwa binatan-binatan totem sering dianggap sebagai penjelmaan orang-orang saktiu terdahulu. Namun, ada juga binatang-binatang totem sebagai penghormatan terhadap kekiatan , kegagahan atau kecerdasannya.

Substansi Harimau di masyarakat Rejang mendekatai dengan apa yang dinyatakan Van Peursen tersebut. Walaupun tidak menganggap harimau sebagai penjelmanaan orang-orang sakti terdahulu, tetapi masyarakat Rejang takut kepada harimau.

Rasa takut itu kemudian dimanifestasikan dengan timbulnya bermacam tabu untuk harimau tersebut. Karena, penyebutan harimau merupakan salah satu tabu, maka harai disapa dengan kata nieniek atau sebie/sebei (arti kedua kata ini adalah nenek).

Tentunya, tak bisa dipungkiri, pada hari inipun masih ada kepercayaan bagi masyarakat Rejang untuk meminta izin niniek untuk melakukan sesuatu di dalam hutan, yang sekiranya kegiatan itu dikhawatirkan akan menganggu sang nenek. Untuk memasuki kawasan hutan lazim orang-orang mengatakan"stabik, niek"

Kategori :