Apakah Mudik Perjalanan Jauh di Bulan Ramadan Harus Tetap Berpuasa?

Apakah Mudik Perjalanan Jauh di Bulan Ramadan Harus Tetap Berpuasa?

Mudik Perjalanan Jauh di Bulan Ramadan Harus Tetap Berpuasa-foto:tangkapan layar-

Mengutip Detik Sumbagsel, dalam beberapa hadis, Nabi Muhammad saw. menunjukkan bahwa membatalkan puasa saat perjalanan adalah keringanan yang diberikan Allah Swt.

Salah satu hadis yang diriwayatkan oleh Abu Darda’ RA dalam HR. Bukhari no. 1945 dan Muslim no. 1122 menceritakan:

"Kami pernah bepergian bersama Nabi SAW pada bulan Ramadan ketika hari sangat panas, sampai ada seorang di antara kami meletakkan tangannya di atas kepala karena saking panasnya hari itu. Di antara kami tidak ada yang puasa kecuali Rasulullah saw. dan Abdullah bin Rawahah."

Hadis ini menunjukkan bahwa meskipun Nabi Muhammad saw. memilih tetap berpuasa, sebagian besar sahabat lebih memilih untuk tidak berpuasa karena kondisi perjalanan yang berat.

Selain itu, dalam hadis lain, Sayyidah Aisyah RA meriwayatkan bahwa Hamzah bin Amr al-Aslami RA bertanya kepada Nabi Muhammad SAW tentang puasa dalam perjalanan. Kemudian, beliau menjawab:

"Jika kamu menghendaki maka berpuasalah, dan jika kamu menghendaki maka batalkanlah." (HR. Muslim dan Bukhari)

Hadis ini menegaskan bahwa membatalkan puasa adalah pilihan yang sah dalam perjalanan jauh dan tidak ada dosa bagi musafir yang memilih untuk tidak berpuasa.

Meskipun ada keringanan, mana sebenarnya yang lebih utama dilakukan oleh musafir? Apakah tetap berpuasa atau membatalkannya?

Dikutip dari NU Online, ulama terbagi menjadi dua kelompok soal permasalahan ini. 

Pendapat dari kelompok pertama menyatakan berpuasa lebih utama jika mampu menjalankannya tanpa kesulitan.

Pendapat ini didukung oleh Imam Abu Hanifah, Imam Malik, dan Imam Syafi'i.

Mereka berpendapat bahwa jika seseorang kuat menjalankan puasa saat perjalanan, maka itu lebih baik karena tidak perlu mengganti di lain waktu.

Pendapat kedua, yaitu tidak berpuasa lebih utama karena Allah telah memberikan keringanan.

Pendapat ini didukung oleh Imam Ahmad, Imam al-Auza’i, dan Imam Ishaq.

Mereka berargumen bahwa membatalkan puasa adalah bagian dari kemudahan yang diberikan oleh Allah dan mengambil kemudahan tersebut lebih dianjurkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: