Dorong Perbankan Beri Keringanan Pelaku UMKM Kredit Bermasalah
Senator Muda Indonesia Hj Riri Damayanti John Latief--
BENGKULU, RADARLEBONG.ID - Berdasarkan Data Kantor Perwakilan Bank Indonesia, Provinsi Bengkulu berada di ambang batas NPL yaitu 5 persen.
Dan hal tersebut menjadi persoalan pelik karena masih tingginya angka kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL).
Menyikapi hal tersebut, Hj Riri Damayanti John Latief selaku Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia mendorong sektor perbankan dapat memberikan keringanan kepada seluruh UMKM yang belum sepenuhnya pulih atau tengah berupaya bangkit setelah babak belur dihajar oleh pandemi covid-19.
"Saya doakan semua UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah) di Bengkulu keluar dari persoalan kredit bermasalah. Memang tidak mudah, karena ternyata setelah pandemi covid-19 ini muncul masalah-masalah baru seperti perang Rusia-Ukraina," kata Hj Riri Damayanti John Latief, Senin (5/8/2022).
BACA JUGA:Jaring Asmara, Pemerintah Pusat Diminta Respon Cepat
Wakil Ketua Umum BPD HIPMI Provinsi Bengkulu turut berharap pemerintah daerah bisa ikut ambil bagian dalam menyelesaikan persoalan kredit bermasalah di kalangan UMKM ini.
"Tapi saya lihat kemampuan pemerintah daerah sendiri cukup terbatas. Jadi harus gotong royong," papar Hj Riri Damayanti John Latief.
Alumni Magister Manajemen Universitas Bengkulu ini menekankan, salah satu upaya penting yang dilakukan pemerintah daerah adalah dengan mempertahankan pertumbuhan ekonomi agar kembali kuat bahkan lebih baik ketimbang saat sebelum krisis.
"Butuh waktu memang, tapi yang terpenting adalah pemerintah tetap berusaha, minimal agar bagaimana sektor riil bergairah kembali dengan memperbanyak kegiatan yang dapat mengumpulkan banyak orang seperti Festival Tabut," tukas Hj Riri Damayanti John Latief.
BACA JUGA:Masa Reses di Bengkulu, Senator Riri Tampung Sejumlah Aspirasi Penting dari Masyarakat
BACA JUGA:Senator Riri Siap Tindaklanjuti Aspirasi Petani dan Masyarakat Bengkulu
Untuk diketahui, semakin tingginya nilai NPL, maka pembiayaan dari sektor perbankan berpotensi mengalami kendala sehingga kemudahan pembiayaan pun dapat semakin terganggu.
Terganggunya kemudahan pembiayaan ini berpengaruh kepada pengembangan UMKM sehingga secara tidak langsung juga berdampak pada menyempitnya lapangan kerja karena ketiadaan modal.
Berdasarkan catatan Otoritas Jasa Keuangan, restrukturisasi kredit hingga Februari 2022 mencapai Rp 638,22 triliun atau 11 persen dari total penyaluran kredit perbankan.
Perbankan telah diminta OJK untuk menyiapkan pencadangan agar restrukturisasi kredit tak mengganggu neraca keuangan saat normalisasi kebijakan dilaksanakan pada 2023.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: