Korupsi DPRD Lebong, BPKP Tak Miliki Kewenangan Audit Kerugian Negara

Korupsi DPRD Lebong, BPKP Tak Miliki Kewenangan Audit Kerugian Negara

RadarLebong.com, BENGKULU - Sidang perkara dugaan korupsi di Sekretariat DPRD Lebong tahun anggaran 2016 senilai Rp 1,3 miliar berdasarkan hasil audit BPKP yang menyeret 3 mantan Pimpinan DPRD Lebong dan 2 ASN Sekretariat DPRD Lebong, Senin (17/1) bakal kembali digelar agenda pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Lebong. Pada sidang sebelumnya, ahli hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) menyatakan jika BPKP Tidak Miliki Kewenangan melakukan audit Kerugian Negara sebagai pemeriksaan untuk menilai kasus yang diduga telah terjadi. Dalam sidang yang digelar secara virtual oleh Pengadilan Tipikor Kelas IA Bengkulu, Dr. Dian Puji Nugraha Simatupang, SH, MH, Ketua Peminatan Hukum Keuangan Publik dan Perpajakan FHUI, yang dihadirkan sebagai saksi ahli oleh terdakwa Mahdi, S.Sos, menyatakan instansi yang berwenang menilai dan menetapkan jumlah kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). "Dalam pasal 10 ayat 1 undang-undang nomor 15 tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, menerangkan bahwa BPK merupakan lembaga negara yang berwenangan untuk menilai dan menetapkan kerugian negara, dan bukan badan atau lembaga lain yang tidak mempunyai wewenang untuk melakukan tindakan tersebut," kata Dian pada persidangan yang digelar Jum'at (14/1). Ia melanjutkan, BPKP, Inspektorat Jenderal Kementerian/Lembaga dan Inspektorat daerah Provinsi, Kabupaten atau Kota, tidak memiliki kewenangan berdasar undang-undang untuk menilai menghitung, menetapkan kerugian negara yang kemudian digunakan dalam rangka penindakan atau menjadi justifikasi atas tindakan publik yang bersifat due process of law (proses hukum yang adil). "BPKP hanya diberikan fungsi menghitung kerugian negara, audit investigatif dan pemberian keterangan ahli sebagai bentuk pengawasaninternal untuk mencegah penyimpangan. Bukan, bentuk penindakan dan pemeriksaan untuk menilai kasus yang diduga telah terjadi. Meski Kepres 62 tahun 2001 telah dicabut khususnya mengenai BPKP dengan Perpres nomor 192 tahun 2014, namun tidak ada kewenangan publik yang diberikan kepada BPKP untuk melakukan penilaian dan penetapan kerugian negara," terangnya. Masih menurut dosen Hukum Administrasi Negara FHUI ini, hasil penilaian, perhitungan dan penetapan kerugian negara bukan oleh badan atau lembaga yang berwenang menurut hukum administrasi negara, dikategorikan sebagai tindakan yang mengandung kekurangan yuridis atau geen juridische gebreken. "Sehingga, tidak memiliki kekuatan hukum mengikat karena batal demi hukum (nietig van rechtswege)," kata dia. Pada perkara dugaan korupsi DPRD Lebong, penilaian dan penghitungan kerugian negara yang dilakukan BPKP sebagai ahli Kejari Lebong, dilakukan tanpa alas wewenang undang-undang yang kemudian diterima sebagai alas hukum bagi pihak lain untuk mengenakan tindakan publik secara paksa. Jika mendasarkan pada pasal 56 ayat 1 uu nomor 30 tahun 2014, jika ada badan, pejabat administrasi pemerintahan tanpa mempunyai wewenang menggunakan tindakan administrasi pemerintahan, keputusan dan tindakannya itu menjadi tidak sah. "Jelas hal ini merupakan perbuatan melawan hukum yang melanggar hak keperdataannya yang seharusnya dilindungi undang-undang juga," lugasnya. Pada sidang sebelumnya, saksi BPKP maupun terdakwa Eryantoni selaku Bendahara DPRD Lebong, dihadapan majelis hakim mengakui jika objek pemeriksaan yang dilakukan BPKP ini adalah objek yang sudah lebih dulu diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI. Tutupi TGR dengan Pinjam Uang Kontraktor Ditanyai penasehat hukum terdakwa mengenai pelunasan TGR dengan menggunakan uang kontraktor, Dian menjelaskan bahwa fokus BPK bukan pada asal uang pengembalian TGR namun pelunasan potensi kerugian negara sesuai dengan batas waktu selama 60 hari sejak diterimanya hasil audit BPK oleh pemerintah daerah. "Jika peminjaman itu dilakukan atas nama daerah, maka hal itu harus di alokasikan dulu dalam anggaran daerah dan melalui peraturan perundang-undang yang berlaku. Jadi tidak bisa serta merta begitu saja. Tapi, kalau peminjaman itu hubungannya keperdataan, maka itu adalah tanggung jawab masing-masing pihak," jelasnya dihadapan hakim. Hari ini Sidang Tuntutan Terpisah, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Lebong, Gidang Kris Apo Paulus Siboro, SH, dikonfirmasi via ponsel membenarkan akan digelarnya sidang lanjutan dengan agenda pembacaan tuntutan oleh JPU pada Senin (17/1) di Pengadilan Tipikor Kelas IA Bengkulu. "Iya om," jawab Godang saat dihubungi melalui pesan WhatsApp. (eak)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: