Dugaan Korupsi di DPRD Lebong, Seret Nama Mantan Bupati Rosjonsyah

Dugaan Korupsi di DPRD Lebong, Seret Nama Mantan Bupati Rosjonsyah

BENGKULU - Sidang perkara dugaan korupsi di Sekretariat DPRD Lebong tahun anggaran 2016 saat ini masih bergulir di Pengadilan Negeri Pengadilan Tipikor Kelas 1A Bengkulu. Menariknya, dari fakta sidang yang digelar beberapa waktu lalu dengan agenda pemeriksaan saksi mantan Pejabat Pemkab menyeret nama mantan Bupati Lebong periode 2016–2021, Rosjonsyah. Dian Ozhari, penasehat hukum terdakwa Mahdi, membenarkan jika dalam persidangan pemeriksaan saksi diantaranya mantan Sekda Lebong, Mirwan Effendi, mantan Kepala BKD Lebong, Wuwun Mirza dan saksi Gamal pihak peminjam uang ke Pemkab Lebong, saksi Wuwun menjelaskan jika peminjaman uang sebesar Rp 4,6 miliar kepada Gamal (kontraktor, red) untuk menutupi Tuntutan Ganti Rugi (TGR) tahun anggaran 2016 atas perintah atasan. "Saksi ini terkesan merahasiakan siapa yang memerintahkannya untuk meminjam uang kepada Gamal, setelah didesak majelis hakim saksi mengakui jika peminjaman uang untuk menutup TGR tahun 2016 ini atas perintah atasannya yakni mantan Bupati Lebong, Rosjonsyah," kata Dian. Menurutnya, perkara dugaan korupsi di DPRD Lebong yang mencuat ini berasal dari adanya TGR atas hasil pemeriksaan BPK terhadap LKPD Lebong tahun anggaran 2016. Hanya saja, TGR ini telah diselesaikan oleh Pemkab Lebong sebelum tenggang waktu 60 hari. "Dari fakta persidangan, penyelesaian TGR ini dilakukan melalui peminjaman uang dari salah satu kontrakor yang juga dihadirkan dalam sidang ini dan dari keterangan saksi mantan Sekda bahwa pengelolaan keuangan dilakukan oleh pihak Sekretariat DPRD Lebong. Artinya, dari keterangan saksi ini, dakwaan JPU tidak mengarah pada klien kami karena pengelola anggaran adalah pihak Sekretariat itu sendiri," terangnya. Terdakwa "Tidak Bersedia" Sidang Offline Dirinya juga tidak menampik jika sidang offline dengan agenda pemeriksaan saksi mahkota (terdakwa) Senin (20/12/2021) batal dilaksanakan. Dihadapan majelis hakim, JPU Kejari Lebong menyampaikan bahwa terdakwa tidak bersedia sidang offline berdasarkan surat keterangan terdakwa bahwa jika terdakwa melakukan sidang offline maka terdakwa siap untuk menerima Standar Operasional Prosedur (SOP) tentang asimilasi yang berlaku di rutan. "Kata-kata siap menerima SOP asimilasi di rutan membuat klien kami merasa tertekan karena jika mereka melakukan sidang offline maka mereka siap untuk menerima SOP asimilasi. Padahal sebenarnya, klien kami tidak keberatan dengan sidang offline," pungkasnya. (eak)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: