Oleh: Abdusy Syakir, SH, MH, CLA, CRA, CIL, CM, CLI.
“Hakim adalah penjaga gerbang keadilan di dunia ini, tempat agung bagi pencari keadilan dan warga masyarakat luas yang datang berseru-seru, mengharapkan terobosan hukum diciptakan, dan hukum tertinggi dilahirkan, yaitu keadilan bagi mereka yang lemah dan tanpa kuasa” @Amicus Curiae Akademisi dan Mayarakat Sipil Sengketa Pilpres 2024.PENDAHULUAN
Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2024 menyisakan 1 tahapan lagi yakni tahapan sengketa di Mahkamah Kostitusi atau yang dikenal dengan sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU), pasca KPU RI mengumumkan hasil Rekapitulasi Suara Pilpres 2024 pada Rapat Pleno Rabu 20 Maret 2024 yang lalu.
Pasangan Anies-Muhaimin memperoleh sebanyak 24,9 % atau setara 40.971.906 suara, Prabowo-Gibran memperoleh 58,6% atau setara 96.214.691 suara dan Ganjar-Mahfud sebesar 16,5% suara atau setara dengan 27.040.878 suara, pasangan No Urut 2 Parbowo-Gibran secara akumulasi unggul diseluruh provinsi di Indonesia kecuali Provinsi Aceh dan Sumatera Barat. “
DEFENISI DAN SEJARAH AMICUS CURIAE
Mengutip laman Wikipedia Indonesia, Amicus Curiae secara harfiah disebut sebagai ”Teman Pengadilan” yang berarti seseorang yang bukan merupakan pihak dalam suatu kasus dan mungkin atau mungkin tidak diminta oleh suatu pihak dan yang membantu pengadilan dengan menawarkan informasi, keahlian atau wawasan yang memiliki kaitan dengan isu-isu dalam kasus tersebut dan biasanya disajikan dalam bentuk singkat.
Dalam bahasa Inggris disebut “friend of the court” yang artinya “A person who is not a party to a lawsuit but who petitions the court or is requested by the court to file a brief in the action because that person has a strong interest in the subjek matter” terjemahan bebasnya yakni seseorang yang bukan merupakan salah satu pihak dalam suatu gugatan tetapi mengajukan permohonan kepada pengadilan atau diminta oleh pengadilan untuk mengajukan permohonan karena orang tersebut mempunyai kepentingan yang besar terhadap pokok permasalahan itu.
Konsep Amicus Curiae pertama kali diperkenalkan pada abad ke 14 dalam sistem common law, yang merupakan konsep hukum yang berasal dari tradisi hukum Romawi lalu berkembang pada abad ke 17 dan 18 dimana tradisi atau partisipasi Amicus Curiae secara luas tercatat dalam All England Report, sementara di Amerika Serikat terhitung sejak awal abad ke 20 Amicus Curiae mendapatkan tempat yang begitu penting khususnya pada beberapa perkara yang bersifat menonjol dan menarik perhatian public antara lain kasus hak sipil dan aborsi lazimnya pada tingkat banding, serta pengadilan internasional sperti Inter American Court of Human Right dan European Court of Human Right pun saat ini diterapkan dalam tradisi Negara yang menganut Civil Law.
AMICUS CURIAE DALAM SISTEM PERADILAN INDONESIA
“Kegaduhan” pilpres 2024 yang ditandai putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023 tanggal 16 Oktober 2023 yang diajukan oleh Almas Tsaqibirru mahasiswa Universitas Surakarta dengan menguji Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu dianggap sebagian pihak memberikan ruang bagi putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka untuk dapat maju sebagai Cawapres Prabowo Gibran dan bermuara pada diberhentikannya Anwar Usman sebagai Ketua MK karena melanggar kode etik oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
Dan “kegaduhan” tersebut saat ini beralih ke ruang sengketa Pilpres di Mahkamah Konstitusi dimana beberapa waktu lalu setidaknya sebanyak 303 orang akademisi dan masyarakat sipil mengajukan diri sebagai Amicus Curiae dalam sengketa PHPU Pilpres 2024 kepada Mahkamah Konstitusi dengan tujuan untuk mencari keadilan dalam proses penyelesaian PHPU Pilpres 2024 dan mereka berada di belakang para Hakim Mahkamah Konstitusi.
Amicus Curiae dari para akademisi dan masyarakat sipil ini setidaknya dilakukan oleh tim perumus yang terdiri dari Benekditus Hestu Cipto Handoyo (FH Atmajaya Yogyakarta), Dian Agung Wicaksono FH UGM), Marcus Priyo Gunarto FH UGM), Sulistyo Irianto (FH UI), dan Rimawan Pradiptyo (FH UGM).
Mengutip pemberitaan tempo.co Senin 1 April 2024, setidaknya ada 3 (tiga) kesimpulan dan rekomendasi Amicus Curiae yang disampaikan oleh para Akademisi dan Masyarakat Sipil tersebut antara lain :
Pertama, KPU salah memaknai Putusan 90 tahun 2023 yang merupakan putusan pluralitas dalam menetapkan Cawapres nomor urut 02 Gibran Rakabuming Raka;