Oleh : Zacky Antony
*IDUL ADHA* adalah pelajaran tentang keikhlasan. Bukan sekedar ritual keagamaan, tapi lebih dari itu. Sekali lagi soal keikhlasan, keyakinan dan tauhid. Inilah inti ajaran agama Islam. Ikhlas artinya kepasrahan total kepada ilahi. Berserah diri sepenuhnya kepada sang Pencipta. Bahwa kita (manusia) tidak ada apa-apanya. Baik dari segi ilmu maupun materi. Tauhid artinya menyatukan atau meng-Esa-kan. Mentiadakan yang lain, kecuali Dia yang satu.
Adakah yang bisa mencapai derajat keikhlasan Nabi Ibrahim saat mendapat perintah (lewat mimpi) agar menyembelih putra satu-satunya?
Ikhlaskah kita ketika memberi sedekah? Ikhlaskah kita ketika sekedar membayar parkir di tepi jalan? Ikhlaskah kita ketika membantu sesama? Ikhlaskah kita dalam beribadah? Ikhlaskah kita dalam bekerja? Ikhlaskah kita ketika memberi uang kepada orangtua? Ikhlaskah kita ketika kehilangan harta? Ikhlaskah kita ketika doa belum dikabulkan? Di mana derajat atau level keikhlasan kita? Sederet pertanyaan yang jawabannya ada di dalam kalbu kita masing-masing.
Idul adha atau disebut pula lebaran haji adalah hari raya istimewa. Keistimewaan pertama karena inilah hari di mana jutaan manusia, menunaikan puncak ibadah haji wukuf di Arafah. Kedua, Idul Adha sarat makna teologis dan juga historis. Inilah kisah perjuangan meng-Esa-kan Tuhan oleh Ibrahim. Perjuangan berat di tengah budaya paganisme. Terlebih yang dihadapi adalah ayah kandungnya sendiri. Dia dibakar. Tapi dia diselamatkan Tuhan.
Dari Mesopotamia (Irak), Ibrahim mengungsi ke Palestina terus ke Mesir bersama istrinya Siti Sarah atau Sarai. Di Mesir pula, Ibrahim bertemu Siti Hajar atau Hagar yang kemudian dinikahinya. Dari dua istri tersebut, Ibrahim memiliki dua orang putra. Ismail putra Ibrahim dari istrinya Siti Hajar. Sementara Ishak putra Ibrahim dari istrinya Siti Sarah. Dari Ishak lahir Yakub atau Israil yang kemudian beranakkan Yusuf, Benyamin dan sepuluh saudara tirinya. Ishak dan Yakub dianggap nenek moyangnya bangsa Yahudi. Israel itu sendiri merupakan sebutan lain nabi Yakub.
Sedangkan Ismail dianggap nenek moyang bangsa Arab. Demi keharmonisan keluarga, Ibrahim mengungsikan istrinya Siti Hajar dan anaknya Ismail dari tanah Kanaan (Palestina) ke sebuah daerah tandus di selatan. Di kemudian hari, daerah gersang itu menjadi kota bersejarah sekaligus kiblat umat muslim dunia. Mekkah. Di kota itulah, Ibrahim dan Ismail mendirikan Ka’bah (QS:2;127-128). Dan di kota itulah Muhammad dilahirkan.
Tapi tulisan ini bukan ingin membahas sejarah Mekkah. Yang ingin ditelusuri, siapa diantara dua putra Ibrahim tersebut yang diperintahkan (melalui mimpi) agar disembelih oleh Ibrahim sendiri. Berabad-abad, umat muslim berkeyakinan anak yang akan dikurbankan itu tidak lain adalah Ismail. Namun dalam keimanan Yahudi dan Nasrani, anak yang akan diqurbankan itu adalah Ishak.
Perbedaan pendapat antara Ishak atau Ismail juga terjadi di kalangan umat Islam sendiri. Yang teranyar adalah pernyataan Imam Masjid Quba Madinah Al-Munawwarah Arab Saudi, Saleh Al-Maghamisi menjelang lebaran Idul Adha beberapa tahun lalu. Menurut Saleh al-Maghamisi di surat kabar al-Wathan, yang dijadikan qurban adalah Ishak, bukan Ismail. Dia merujuk tafsir A Qurthubi dan Al Thabari.
Tafsir Al Qurthubi menulis bahwa ulama berbeda pendapat tentang orang yang dijadikan qurban. Sebagian berpendapat bahwa yang akan diqurbankan adalah Ishak. Bukan Ismail. Yang berpendapat seperti ini antara lain Al-Abbas bin Abdul Muthalib, Abdullah bin Abbas, Alqamah, Al-Sya’bi, Mujahid, Sa’id bin Jubair, Ka’aab bin Al-Ahbar, Qutadah, Masruq, Ikrimah, Al-Qasim bin Barrah, Atho, Maqatil, Abdurrrahman bin Sabith, Al-Zuhri, Al-Saddi, Abdullah bin Abi Hudail dan Malik bin Anas.
*Kisah Penyembelihan*
Alquran Surat As-Saffat ayat 99 – 103 menceritakan kisah penyembelihan anak Ibrahim. Alquran memang tidak menyebut nama Ismail dalam ayat-ayat tersebut. Tapi para ahli tafsir berpendapat bahwa anak Ibrahim yang dimaksud dalam QS. 37; 102 adalah Ismail. Bukan Ishak.
Dimulai dari doa Nabi Ibrahim, QS. 37; 100-101. “Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang yang saleh. Maka kami beri kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang sangat sabar (Ismail).” Anak yang sangat sabar itu menurut ahli tafsir adalah Ismail. Bukan Ishak.
Perintah qurban kepada Nabi Ibrahim diceritakan ayat berikutnya QS. 37; 102-108. “Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, “wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.”
Epic dari kepatuhan sang anak tersebut, QS. 37; 103-108; “Maka ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) membaringkan anaknya atas pelipisnya, (untuk melaksanakan perintah Allah). “Lalu kami panggil dia, “wahai Ibrahim”. Sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu. Sungguh, demikianlah Kami memberikan balasan kepada orang-orang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Dan Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian) di kalangan orang-orang yang datang kemudian”.