MENAKAR EFFECT AMICUS CURIAE PADA PUTUSAN PHPU PILPRES 2024

MENAKAR EFFECT AMICUS CURIAE PADA PUTUSAN PHPU PILPRES 2024

Abdusy Syakir, Penggiat pada Komunitas Marginal, Relawan LBH ND dan Ridwan Mukti Institute, anggota KAI Bengkulu--

Tentu semua rakyat Indonesia tengah menunggu dan berharap para hakim konstitusi yang merupakan negarawan dapat memberikan putusan yang tepat, bijak dan memenuhi rasa keadilan sebagai intisari dari hukum dengan pertimbangan-pertimbangan yang bernas serta berkualitas demi menjaga tumbuh kembangnya demokrasi. 

DINAMIKA SENGKETA PHPU PILPRES 2024

Pasca KPU RI mengumumkan hasil perolehan suara secara nasional baik pemilihan legislatif maupun Pemilihan

Presiden yang dituangkan dalam Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 360 Tahun 2024 tentang Hasil Penetapan Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota secara Nasional dalam pemilu tahun 2023 tanggal 20 Maret 2024, secara perlahan eskalasi politik tanah air mulai meningkat.

Hal ini didasari atas adanya ketidakpuasan terhadap proses pemilu khususnya pemilu pilpres yang dianggap oleh sebagian kelompok masyarakat tidak berlangsung sesuai prinsip pemilu yakni langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.

Salah satu indikatornya antara lain muncul diskursus penggunaan hak angket terkait dugaan kecurangan dan pelanggaran pemilu pilpres yang dilontarkan pertama kali oleh Capres No Urut 3, Ganjar Pranowo dan menjadi perdebatan sesaat publik,

faktanya hari ini wacana penggunaan hak angket tersebut sama sekali tidak terwujud.

Meskipun beberapa partai politik antara lain PKB, Nasdem dan PKS sempat menggelar pertemuan untuk mendukung hak angket dan ditindaklanjuti pada rapat paripurna pasca gelaran pemilu 2024 yang diusulkan oleh 3 orang anggota DPR yakni Aus Hidayat Nur (PKS), Lulu Nur Hamidah (PKB) dan Aria Bima (PDIP).     

Disisi lain implementasi ketidakpuasan terhadap proses dan hasil pemilu tersebut secara konstitusional prosedural telah diwujudkan dengan permohonan sengketa PHPU Pilpres oleh 2 pasangan calon Presiden dan Calon Wakil Presiden ke Mahkamah Konstitusi RI.

Menilik dari dokumen permohonan yang diajukan kedua pasangan calon tersebut secara materi lebih menitikberatkan pada isi-isu yang bersifat substantif bukan perselisihan angka yang bersifat kuantitatif dan

menjadi domain MK antara lain pelanggaran TSM berupa nepotisme yang dilakukan oleh Presiden jokowi yang melahirkan Abuse Of Power guna memenangkan pasanagn Calon No. Urut 02 dalam 1 putaran dan pelangggaran procedur pemilihan umum.

Dinamika lain yang terjadi yakni semakin banyaknya keterlibatan berbagai pihak untuk ikut menjadi bagian dari proses PHPU Pilpres dengan mengajukan diri sebagai Amicus Curiae,

antara lain mantan Presiden RI Megawati Soekarno Putri yang menitikberatkan pada isu-isu etika, moral dan integritas,

pengajuan sebagai Amicus Curiae diwakili oleh Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang didampingi oleh Djarot Saiful Hidayat dan Todung Mulya Lubis pada selasa 16 Maret 2023 melalui kesekretariatan MK.

EFFECT AMICUS CURIAE TERHADAP PUTUSAN PHPU PILPRES 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: