RADARLEBONG.ID - Pasar kendaraan listrik di Indonesia kembali bergeliat dengan kedatangan Xpeng G6, SUV listrik asal Tiongkok yang hadir melalui skema Completely Built Up (CBU).
Dengan harga jual yang dipatok Rp599 juta, G6 langsung menarik perhatian sebagai SUV listrik impor termurah saat ini.
Namun, di tengah kemeriahan peluncurannya, muncul pertanyaan kritis, apakah janji manis teknologi tinggi cukup untuk menghadapi realitas infrastruktur Indonesia yang belum siap?
Xpeng G6 membawa tampilan modern dengan desain coupe-SUV lima penumpang, pintu frameless, dan siluet aerodinamis dengan drag coefficient hanya 0.248 Cd.
BACA JUGA: One Piece Siap Guncang Dunia Game, Teaser Misterius Bikin Heboh
Secara dimensi, G6 bahkan mirip dengan Tesla Model Y, yang telah lebih dulu menguasai pangsa pasar kendaraan listrik premium.
Namun, kemiripan ukuran bukan jaminan persaingan yang seimbang.
Tesla bukan hanya menjual mobil mereka menjual brand experience dan ekosistem, sesuatu yang masih harus dibangun dari nol oleh Xpeng di pasar Indonesia.
Dalam konferensi pers, Steven Sulung, Wakil Presiden Komersial Xpeng Indonesia, menekankan bahwa G6 dirancang untuk menjawab kebutuhan pengguna hingga 10 tahun ke depan.
Salah satu fitur unggulan yang dibanggakan adalah platform listrik 800 volt, yang mampu melakukan pengisian daya setara 230 kilometer hanya dalam 10 menit.
Klaim itu tentu mengundang rasa penasaran. Namun dalam praktiknya, pengisian super cepat seperti yang diklaim Xpeng belum bisa sepenuhnya dimanfaatkan konsumen Indonesia, karena SPKLU berkapasitas tinggi masih sangat terbatas.
Teknologi canggih sering kali berbenturan dengan kondisi lapangan.
Di Indonesia, akses terhadap SPKLU ultra-fast charger masih sangat terbatas, terutama di luar kota-kota besar.
Artinya, fitur unggulan G6 bisa menjadi fitur mubazir jika tidak didukung dengan ekosistem pengisian daya yang memadai.
Dibanderol di bawah Rp600 juta, Xpeng G6 memang menjadi salah satu SUV listrik CBU termurah. Namun, pasar bukan lagi tanah kosong.
BYD Atto 3, Hyundai Ioniq 5, hingga MG4 EV sudah lebih dulu menjajaki pasar dengan berbagai keunggulan terutama soal jaringan layanan purna jual dan produksi lokal yang menekan biaya perawatan dan distribusi.
Memasukkan kendaraan secara CBU memang mempercepat penetrasi, namun juga membawa risiko jangka panjang.
Tanpa dukungan aftersales yang kuat, konsumen bisa ragu memilih produk baru, apalagi yang belum teruji layanan purna jualnya di Indonesia.