Fakta yang diunjukkan PBB menunjukkan lebih dari 40 persen perempuan di seluruh dunia tidak dapat mengambil keputusan tentang kesehatan seksual dan reproduksi serta hak-hak reproduksi. Hanya satu dari empat perempuan di negara berpenghasilan rendah dan menengah bisa mewujudkan kesuburan yang mereka inginkan.
Fakta lain, secara global diketahui seorang perempuan meninggal setiap dua menit karena hamil atau melahirkan. Dan dalam situasi konflik, jumlah kematian dua kali lebih tinggi.
Di Indonesia, seorang ibu meninggal hampir setiap jam akibat komplikasi kehamilan dan persalinan ( Long Form Sensus Penduduk 2020).
Potret miris lainnya, sepertiga perempuan pernah mengalami kekerasan pasangan intim, kekerasan seksual non-pasangan, atau keduanya.
Di Indonesia, satu dari empat perempuan pernah mengalami kekerasan oleh pasangan atau bukan pasangannya seumur hidup (Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional Indonesia/SPHPN 2021).
Demikian pula, sebanyak 9,23 persen perempuan usia 20-24 tahun menikah sebelum berusia 18 tahun (Survei Sosial Ekonomi Nasional/Susenas 2021).
Hanya enam negara yang memiliki 50 persen atau lebih perempuan di parlemen. Lebih dari dua pertiga dari 800 juta orang di dunia yang tidak bisa membaca adalah perempuan.
“Keinginan perempuan dan anak perempuan itu penting untuk didengar - di mana pun, dalam lingkungan pembangunan dan kemanusiaan, di ruang daring maupun luring,” kata dr. Hasto, seraya menegaskan bahwa memajukan kesetaraan gender penting dilakukan.
Memajukan kesetaraan gender, lanjut dr. Hasto, berarti mengharuskan semua elemen masyarakat mendengarkan suara perempuan, anak perempuan dan kelompok termarginalisasikan lainnya untuk memahami tantangan yang mereka hadapi dalam mewujudkan impian dan potensi mereka.
Terlalu sering, hambatan dan tantangan ekonomi gender terhadap hak dan kesehatan seksual dan reproduksi perempuan, termasuk kurangnya akses kontrasepsi, telah menyulitkan perempuan untuk menciptakan keluarga yang mereka inginkan – sehingga melanggar otonomi tubuh mereka yang mengancam masa depan global.
Pemerintah, kata dr. Hasto, harus membentengi hak perempuan dan anak perempuan serta kemampuan mereka untuk membuat pilihan berdasarkan undang-undang dan kebijakan, demi memastikan populasi global yang lebih inklusif dan tangguh.
Memberdayakan perempuan dan anak perempuan untuk menggunakan hak-hak mereka dan membuat keputusan, terutama mengenai otonomi tubuh mereka, dipastikan PBB akan berdampak langsung dalam membangun dunia yang lebih baik.
Akan lebih banyak orang dapat hidup bebas dari kekerasan dan mencapai potensi optimal mereka.
Menurut Bank Dunia, menutup kesenjangan gender dalam pekerjaan dapat meningkatkan produk domestik bruto (PDB) per kapita hingga rata-rata 20 persen di masa depan.
Perempuan dan anak perempuan merupakan 49,7 persen dari populasi global. Di Indonesia, 50,48% penduduk adalah perempuan dan anak perempuan (Dukcapil Kemendagri 2022).
Memperingati HKD 2023, UNFPA Indonesia dan BKKBN akan memperingatinya melalui berbagai kegiatan.